Setiap masyarakat mempunyai sesuatu yang dihargai, bisa berupa kepandaian, kekayaan, kekuasaan, profesi, keaslian keanggotaan masyarakat dan sebagainya. Selama manusia membeda-bedakan penghargaan terhadap sesuatu yang dimiliki tersebut, pasti akan menimbulkan lapisan-lapisan dalam masyarakat. Semakin banyak kepemilikan, kecakapan masyarakat/seseorang terhadap sesuatu yang dihargai, semakin tinggi kedudukan atau lapisannya. Sebaliknya bagi mereka yang hanya mempunyai sedikit atau bahkan tidak memiliki sama sekali, maka mereka mempunyai kedudukan dan lapisan yangrendah.
Seseorang yang mempunyai tugas sebagai pejabat/ketua atau pemimpin pasti menempati lapisan yang tinggi daripada sebagai anggota masyarakat yang tidak mempunyai tugas apa-apa. Karena penghargaan terhadap jasa atau pengabdiannya seseorang bisa pula ditempatkan pada posisi yang tinggi, misalnya pahlawan, pelopor, penemu, dan sebagainya. Dapat juga karena keahlian dan ketrampilan seseorang dalam pekerjaan tertentu dia menduduki posisi tinggi jika dibandingkan dengan pekerja yang tidak mempunyai ketrampilan apapun.
Kekayaan (materi atau kebendaan) dapat dijadikan ukuran penempatan anggota masyarakat ke dalam lapisan-lapisan sosial yang ada, barang siapa memiliki kekayaan paling banyak mana ia akan termasuk lapisan teratas dalam sistem pelapisan sosial, demikian pula sebaliknya, barang siapa tidak mempunyai kekayaan akan digolongkan ke dalam lapisan yang rendah.
Seseorang yang mempunyai kekuasaan atau wewenang paling besar akan menempati lapisan teratas dalam sistem pelapisan sosial dalam masyarakat yang bersangkutan.
Ukuran kehormatan dapat terlepas dari ukuran-ukuran kekayaan atau kekuasaan. Orang-orang yang disegani atau dihormati akan menempati lapisan atas dari sistem pelapisan sosial masyarakatnya.
Ukuran ilmu pengetahuan sering dipakai oleh anggota-anggota masyarakat yang menghargai ilmu pengetahuan.
Derajat berkaitan dengan kedudukan atau status. Sedangkan derajat sosial adalah akibat dari kedudukan sosial atau posisi sosial. Demikian pula derajat seseorang adalah merupakan hasil atau pencerminan dari kedudukannya dan kedudukan itu membawa konsekuensi kewajiban untuk berperan. Dengan kedudukan yang diimbangi dengan peran, maka seseorang memiliki dan berhak menempati derajat tertentu.
Negara republik Indonesia menganut asas bahwa setiap warga Negara tanpa kecuali memiliki kedudukan yang sama dalam hukum dan pemerintahan. Hukum dibuat untuk melindungi dan mengatur masyarakat secara umum tanpa ada perbedaan tentang hak- hak asasi itu, yakni pasal 27, 28, 29 dan 31
Tuntutan atas kesamaan hak bagi setiap manusia berdasarkan pada prinsip-prinsip hak asasi manusia (HAM). Sifat dari HAM adalah universal dan tanpa pengecualian tidak dapat dipisahkan dan saling tergantung. Berangkat dari pemahaman tersebut, seyogyanya sikap-sikap yang didasarkan pada etnosentris, rasisime, religius, dan diskrimination harus dipandang sebagai tindakan yang menghambat pengembangan kesederajatan dan demokrasi, penegakan hukum dalam kerangka pemajuan HAM.